Dalam penjatuhan pidana bagi pelaku tindak pidana harus menerapkan prinsip proporsionalitas dan keadilan. Penerapan pidana menjadi kompleks apabila seorang pelaku melakukan tindak pidana lebih dari satu atau dikenal sebagai perbarengan (concursus). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah mengatur mengenai penghitungan pidana dalam perkara perbarengan (concursus) yang diadili sekaligus yaitu pada Pasal 65 dan Pasal 66 KUHP.
Terhadap perbarengan (concursus) yang diadili secara terpisah maka diterapkan ketentuan Pasal 71 KUHP. Pasal tersebut memberikan solusi hukum terhadap kasus concursus realis yang terpisah, yang mana putusan pidana kedua dijatuhkan terhadap tindak pidana yang dilakukan sebelum putusan pidana pertama dijatuhkan.
Bunyi Pasal 71 KUHP yaitu:
“Jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara diadili pada saat yang sama”
Mekanisme penerapan pemidanaan menurut Pasal 71 KUHP terhadap gabungan tindak pidana atau concursus realis yang perkaranya diputus dalam satu putusan, Pasal 71 KUHP tersebut memuat ketentuan sebagai berikut:
“Apabila beberapa tindak pidana diancam dengan pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana seumur hidup. Apabila diancam dengan pidana penjara sementara, maka hanya dijatuhkan satu pidana dengan ancaman pidana yang terberat ditambah sepertiganya. Pidana penjara sementara tidak boleh melebihi dari maksimum pidana penjara sementara selama 20 (dua puluh) tahun.”
Ketentuan yang harus terpenuhi dalam penerapan Pasal 71 KUHP yaitu sebagai berikut:
a. Pelaku telah melakukan perbuatan lebih dari satu perbuatan yang keseluruhannya merupakan tindak pidana.
b. Pasal 71 KUHP secara khusus mengatur kejahatan (misdrijven), bukan pelanggaran (overtredingen).
c. Keseluruhan perbuatan yang dilakukan tersebut berdiri sendiri dan dijatuhi hukuman dalam satu putusan.
Pasal 71 KUHP menganut prinsip Absorpsi yang Dipertajam (Verscherpte Absorptie). “Absorpsi yang Dipertajam adalah suatu asas pemidanaan dalam kasus concursus yang bertujuan untuk menghindari penumpukan hukuman (straf-ophoping) yang tidak adil atau berlebihan, sambil tetap mempertimbangkan fakta bahwa pelaku telah melakukan lebih dari satu kejahatan.”
Mekanisme penghitungan penjatuhan pidana berdasarkan ketentuan Pasal 71 KUHP yaitu sebagai berikut:
1. Pidana maksimum yang paling berat di antara semua kejahatan yang terbukti.
2. Pidana terberat tersebut kemudian ditambah dengan maksimum sepertiganya (⅓).
Pidana Dijatuhkan = Pidana Terberat + (⅓ × Pidana Terberat)
Contoh: Jika Terdakwa melakukan Kejahatan A (maksimum 12 tahun) dan Kejahatan B (maksimum 6 tahun), maka:
– Pidana Terberat: 12 tahun
– Penambahan ⅓ ×12 tahun= 4 tahun
– Total Maksimum Pidana Dijatuhkan: 12 tahun + 4 tahun=16 tahun
Yang harus diperhatikan yaitu total pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi maksimum pidana penjara sementara, yaitu 20 tahun.
Implementasi dan perhitungan pidana berdasarkan Pasal 71 KUHP merupakan perwujudan prinsip keadilan dan proporsionalitas dalam sistem peradilan pidana Indonesia, khususnya dalam konteks perbarengan tindak pidana (concursus realis) berupa kejahatan yang diputus dalam satu putusan.



